“Bisakah
aku membicarakan siang?” Kataku padamu disuatu malam. Kau mengernyitkan dahi,
menatap heran ke arahku yang terdiam menatapmu, menunggu jawaban.
“Mengapa
harus siang?” Tanyamu. Aku mengedikkan bahu sambil mencercap segelas Americano.
“Mungkin karena malam terlalu lembab dan dingin dan…”Aku menelan ludah, lalu
melanjutkan,”dan dia terlalu seperti kamuーkelam sulit untuk aku terka.”Jawabku sambil
menunggu reaksi darimu . Tapi kau tetap acuh dan melemparkan pandangan pada
sebuah lukisan didepan kita, lukisan hutan yang begitu rimbun, gelap dan sepi .
Sejenak aku merasa sia-sia telah mengatakan itu.
Kini diantara kita tercipta kekosongan belaka. Cuma ada suara riuh remaja yang
saling bergosip ria dan jam yang berdetik lebih lambat dari biasanya. Tik…tik…Tik…Jam menunjukkan
pukul 10 malam Tik…Tik…Tik…Kenapa dia juga tidak membuka suara. Apa kau marah?
Pikirku sambil berusaha menelusuri kedua matamu. Kau mendongak, menghujamkan
tatapan tepat kedalam mataku. Aku terbatuk. Batuk yang ku buat-buat sekedar
untuk mencairkan ketegangan diantara kita.
“Kenapa” Tanya nya. Aku menggeleng sambil kembali menegak
Americano ku yang tak lagi panas. Diarahkannya minumannya yang masih tertutup
rapat ke arahku. Kalau sudah dingin kenapa masih memaksa minum?”Tanya nya.
“Aku tidak memaksa,
aku hanya tidak tahu.”Dalihku.
Kau tersenyum membetulkan posisi dudukmu dan berkata, “Apa kau pernah
mendengar sebuah kisah tentang seorang laki-laki pembawa mimpi milik seorang
perempuan?”
Aku menggeleng “Memang ada kisah seperti itu?” Tanyaku.
Kau mengangguk. “Ada. Kisah ini cukup terkenal dan selalu diceritakan
saat malam, Ketika bulan dan bintang saling menatap mesra. Apa kau mau
mendengarnya?”
Aku mengangguk cepat. “Mengapa tidak?”Dan kau pun mulai
bercerita.
Kafe
sudah mulai sepi, tidak ada lagi cengingis remaja. Hanya ada beberapa orang di
kafe itu. Sementara,musik yang dimainkan
dengan lembut seperti membawaku ke sebuah masa dimana aku bisa menemukan lelaki
pembawa mimpi perempuan itu.
"Kau
siapa? "
"Aku pembawa
mimpimu.''
"Gila.'' Jawab
perempuan itu sambil membuang muka ke arah jendela yang mulai basah akibat
cumbuan hujan.
"Aku datang sebab
mimpi yang kau gantungkan tiap malam terlalu berat memenuhi pundakku. Aku ingin
mengembalikannya padamu.''
Dan perempuan itu
masih dengan acuhnya, menjawab ketus. "Dasar laki laki gila.'' Lalu
melangkahkan kaki menembus hujan dan memanggil taksi. Lelaki yang mengaku
pembawa mimpi itu hanya bisa memandang kepergian perempuan itu dengan putus
asa.
Lelaki
itu tidak pernah terlihat kembali, tapi ia selalu datang dalam mimpi perempuan
itu, berkali kali. Si perempuan yang dibawa mimpinya oleh lelaki tersebut
selalu terbangun tengah malam dengan mimpi yang sama yang membuatnya tak lagi
bisa memejamkan mata. Ia bunuh malamnya dengan menegak kafein disebuah kedai
kopi yang berbeda-beda. Hampir semua kedai kopi yang ada di kota itu pernah
dikunjunginya. Ia tidak mau lagi terhanyut dalam mimpi sebab ia tahu hanya
orang gila yang terhanyut dalam mimpinya.
“Gila, lelaki itu benar-benar
gila. “ Keluhnya sambil meletakkan pucuk batang rokok. Ia tidak hanya menggantungkan
malamnya pada kedai kopi tapi juga pada kopi dan rokok. Ia tidak pernah lepas
dari ketiga hal tersebut.
“Gila. Dia benar-benar
gila.” Ceracaunya, “Kini aku juga telah dibuat gila olehnya.” Tambahnya lagi.
Dua cangkir kopi telah habis diteguknya. Ia Kembali menyalakan rokok,
menghisapnya dalam-dalam dan melepasnyaーmembuat kepulan asap rokok
membumbung. Dengan acuhnya ia memanggil pelayan lewat jentikan jarinya. Dengan
mulut penuh kepulan asap ia memesan kopi. “Double shot espresso,”
Maka. dimalam yang sudah entah keberapa ia lewatkan
tanpa tidur. Bulan dan bintang menjadi resah sebab mereka tidak lagi bisa
saling bermesra lewat cahaya, sebab pula dimalam-malam itu hujan tidak pernah
berhenti menjamah bumi dan selalu tiap pagi matahari selalu malu menampakkan
diri.
Ia meregangkan otot-ototnya ringan sambil menguap
panjang seolah baru terbangun dari tidur nyenyaknya. Ia meninggalkan beberapa
lembar uang diatas meja dan melangkah keluar sambil mengucapkan terimakasih.
Sesampainya di kamar yang kini tidak lagi terurus ia melemparkan tubuhnya di atas
kasur, “Selamat tidur lelaki gila.” Dan ia pun tertidur nyenyak
seolah pagi ini hanya miliknya. Ia sama sekali tidak menghiraukan hiruk pikuk
kegiatan di luar rumahnya yang mulai ramai, suara kendaraan lalu lalangーklakson, teriak tukang becak, ibu ibu menjajakan jajanan pasar.
Ia begitu tenang terhanyut dalam tidurnya. Ia tidak bermimpi sama sekali,
karena itulah ia mencintai pagi dan siang. Tentu saja.
Ia terbangun
pukul 1 malam lalu mengedipkan matanya berkali kali dan sesekali mengucek
perlahan. Ia pandangi jam dinding sambil tidak percaya. Bagaimana mungkin ia
bisa tidur selama itu dan bahkan tidak bermimpi sama sekali? Maka ia mulai
pejamkan matanya sekali lagi. Tentu saja ia masih bangun. “Kau memang gila.”katanya kemudian
tertawa nyaring lalu ia pun kembali berpikirーagak senang, aku
tertawa yah barusan aku tertawa, berapa
lama ia tidak tertawa hingga membuat otot-otot wajah nya terasa rilek dan ia
pun menjadi bahagia seketika. Ia segera beranjak dari kasurnya dan menghadap
cermin ia kembali tersenyum melepaskan zat kefalin
dan endorphin. Entahlah ia begitu
bahagia. Ia sapukan bedak dan lipstick, menyisir rambutnya rapi, bersiap untuk
malam yang indah. Ia ambil tas kecil dan sepatu high heels yang sudah lama
tidak dia pakai. Melangkahkan kaki dimalam yang nampak perkasa dengan bulan
yang merekah ditengah pekat dan gelap, Namun kemana ia akan pergi, ia pun tidak
tahu. Ia hanya berjalan menyusuri jalanan dengan acuhnya, tidak menghiraukan
bahwa ini adalah malam dan bukan pagi. Ia pun berhenti di sebuah kedai kopi.
Menimang-nimang sebentar apakah akan mampir ataukah terus berjalan. Maka ia
putuskan untuk berhenti sejenak tapi ia tidak akan memesan kafein malam ini. “Aku pesan minum
yang tidak ada kafeinnya sama sekali. Dingin.” Katanya lalu Ia duduk
dibangku pojok dibawah remang lampu kerucut. Membuka hape nya. Memeriksa acak
pesan whatsapp yang samasekali tidak
pernah ia buka, ada nomor tidak dikenal mengiriminya pesan, Selamat pagi, selamat tidurーLelaki pembawa mimpi. Ia tertawa keras-keras, mengagetkan
beberapa pengunjung dan pelayan kedai. “Dasar gila.” Katanya lagi masih
dengan senyum. Ia meletakkan hapenya menatap sekeliling dan mengikuti alunan
musik sambil tak lupa mengetukkan jarinya. Seorang lelaki tiba-tiba berdiri
didepannya. Sebelum lelaki itu membuka mulutnya, perempuan itu berkata.”Kau siapa? Lelaki
pembawa mimpiku? Kau mau mengatakan bahwa mimpiku terlalu besar dan kau tidak
sanggup membawa nya? Kau lelaki apa bukan? Mengapa kau tidak bisa membawa
mimpiku? Setidaknya mengapa kau keberatan akan mimpiku? Bukankah lebih baik aku
memberimu mimpi daripada tidak sama sekali? Mengapa kau terlalu lemah? Dan
malah memintaku untuk kembali membawa mimpiku?”Lelaki itu menatapnya heran. “Maaf ka, saya
hanya mau bilang bahwa pesanan yang kakak inginkan tidak ada disini. Kedai ini
hanya menjual kafein tidak ada yang lain. Apa kakak mau pesan menu special kami
dengan sedikit kafein dan tidak terasa pahit?”Perempuan yang biasanya selalu
mengumpat gila itu kembali tertawa, “Sorry, sorry. Ya ya oke. Pastikan tidak
pahit dan hanya sedikit kafein.”
Sementara di belakangnya berdiri seorang laki laki. Ia putuskan
untuk berbalik, ia tidak akan lagi mempermasalahkan mimpi perempuan itu. Sebab
ia lelaki. Dan ia telah ditakdirkan untuk menjadi pembawa mimpinya. Ia keluar
dari kedai kopi menembus kabut malam dan tidak terlihat lagi.
Kau ambil secangkir kopi yang mulai dingin dan meminumnya lalu
melihat ke arahku. “Lelaki pembawa mimpi itu tidak pernah kembali. Malam
pun tidak pernah lagi diselimuti hujan.” Katamu.
“Bagaimana dengan
perempuan itu?”Tanyaku penasaran.
“Ia tidak pernah
lagi mempermasalahkan apapun dan siapapun. Ia menjalani harinya dengan sangat
bahagia. Ia tidak pernah menyesali malam, pagi ataupun siang..”
“Jadi?”:
“Jadi, apa bedanya
kau mau menuliskan siang atau malam?”
“Maksudnya?”
Kau menghela napas panjang. “Tidak ada malam yang pernah
benar-benar menjadi malam dan siang yang pernah benar-benar menjadi siang.”
Aku tidak lagi bertanya padamu. Seperti halnya perempuan itu
yang tidak pernah lagi bertanya mengapa lelaki itu datang membawa mimpinya.
Peacock Coffie, 18
February 2018 9:24pm
Komentar
Posting Komentar