“Bisakah aku membicarakan siang?” Kataku padamu disuatu malam. Kau mengernyitkan dahi, menatap heran ke arahku yang terdiam menatapmu, menunggu jawaban. “Mengapa harus siang?” Tanyamu. Aku mengedikkan bahu sambil mencercap segelas Americano. “Mungkin karena malam terlalu lembab dan dingin dan…”Aku menelan ludah, lalu melanjutkan,”dan dia terlalu seperti kamu ー kelam sulit untuk aku terka. ” Jawabku sambil menunggu reaksi darimu . Tapi kau tetap acuh dan melemparkan pandangan pada sebuah lukisan didepan kita, lukisan hutan yang begitu rimbun, gelap dan sepi . Sejenak aku merasa sia-sia telah mengatakan itu. Kini diantara kita tercipta kekosongan belaka. Cuma ada suara riuh remaja yang saling bergosip ria dan jam yang berdetik lebih lambat dari biasanya. Tik … tik … Tik … Jam menunjukkan pukul 10 malam Tik … Tik … Tik … Kenapa dia juga tidak membuka suara. Apa kau marah? Pikirku sambil berusaha menelusuri kedua matamu. Kau mendongak, menghujamkan tatapan tepat kedalam mataku. Aku te